Beranda | Artikel
Biografi Singkat Imam Muslim
Jumat, 17 Juli 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Ali Musri Semjan Putra

Biografi Singkat Imam Muslim merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Faidah-Faidah Sejarah Islam yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Jum’at, 26 Dzulqo’dah 1441 H / 17 Juli 2020 M.

Download juga kajian sebelumnya: Biografi Singkat Imam Bukhari

Mukaddimah Kajian Tentang Biografi Singkat Imam Muslim

Pada pembahasan yang lalu kita telah menjelaskan sekilas tentang biografi Imam Bukhari Rahimahullah yang beliau wafat pada saat kekuasaan dari Al-Mu’tamid Alallah, yakni satu satu pengasa khalifah Abbasiyah. Karena kita mencoba menyampaikan peristiwa-peristiwa penting setiap kekuasaan itu, maka moment ini kita manfaatkan karena para ulama ini wafat dalam masa kekuasaan tersebut. Terutama adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, kemudian Imam Tirmidzi yang kurang lebih ada sekitar lima Imam yang wafat dalam masa kekuasaannya.

Para ulama sering disebut dan didengar oleh kaum muslimin. Namun kaum muslimin tidak pernah mendengar secara rinci biografi kehidupan mereka. Bagaimana mereka hidup, bagaimana perjuangan mereka terhadap agama ini. Semoga dengan membahas masalah ini kita kenal ulama-ulama yang telah berjasa terhadap umat ini. Utamanya adalah ulama-ulama yang telah meninggalkan karya-karya fenomenal dan sangat berfaedah bagi umat seperti Shahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Tirmidzi, Abu Dawud dan para Imam-Imam lain yang telah meninggalkan karya-karya mereka yang cukup begitu besar faedahnya bagi umat.

Selayaknya kita mengenal sekilas tentang mereka dan bagaimana perjuangan mereka, kesabaran mereka dan juga keikhlasan mereka, termasuk semangat mereka dalam mencari dan menyampaikan ilmu. Semoga dengan mendengar kisah-kisah mereka, kita dapat mengambil inspirasi, faedah-faedah, pesan-pesan dan ibrah, sekaligus adanya rasa cinta kita kepada para ulama.

Dimasa sekarang ada suatu hal yang perlu kita waspadai. Ada semacam gerakan ataupun gerakan pemikiran yang mereka secara halus menyusupkan paham ini ke tengah-tengah kaum muslimin, yaitu dengan cara menjauhkan kaum muslimin dari ulama-ulama mereka. Ini adalah sebetulnya rangkaian dari upaya-upaya yang sudah lama mereka lakukan. Bahkan semenjak dari masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin upaya ini sudah mereka lakukan. Yaitu dengan menyematkan hal-hal yang buruk kepada para ulama agar umat ini tidak percaya dan jauh dari ulama. Maka dari itu bagi para Da’i, para Ustadz, para Kyai, para pemerhati dakwah Islamiyah, hendaknya mengenalkan para ulama-ulama kita kepada umat agar mereka tahu, mereka kenal bagaimana perjuangan mereka dan hal yang terpenting yaitu menimbulkan rasa cinta kepada para ulama tersebut yang telah mengorbankan waktu, umur  dan segala apa yang mereka miliki untuk membela agama ini.

Jadi ada satu gerakan yang secara halus, yang sebagian dari mereka ada yang terstruktur. Umpamanya mereka mengirim para penuntut ilmu bukan kepada para ulama, tapi kepada para orientalis yang kemudian mereka mencoba menelaah dan menafsirkan ayat Al-Qur’an, menafsirkan hadits-hadits Nabi dengan pemahaman-pemahaman orientalis tersebut atau dengan teori-teori filsafat kuno yang sudah begitu usang yang mencoba menggambarkan bahwa itu sebuah pemikiran baru, padahal tidak. Itu semua pemikiran-pemikiran usang walaupun penyebutan istilah-istilah yang namakan mungkin baru, tetapi sebetulnya hakikat yang mereka sampaikan itu tidak jauh dari apa yang dipahami dalam filsafat-filsafat Yunani kuno, filsafat-filsafat India, filsafat-filsafat Persia. Mereka pada hari-hari ini mencoba mengklasifikasi berbagai istilah-istilah yang membingungkan yang tujuannya agar teori mereka tidak cepat ditolak. Sehingga mereka menggunakan istilah-istilah yang dzahirnya seakan-akan itu adalah benar.

Saat ini mereka lebih menggunakan istilah-istilah baru seperti “Kontekstual dan Tekstual”, lalu seakan-akan orang-orang tekstual itu adalah orang-orang jumud. Dahulu mereka juga menggunakan bahasa-bahasa seperti itu. Ahlul kalam dulu menyebutkan kepada ulama-ulama yang berpegang-teguh dengan dalil-dalil syar’i dan menjauhkan logika-logika yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah sebagai orang yang jumud. Tuduhan seperti ini bukan hal yang baru. Para ulama terdahulu dituduh dengan hasyawiyah, orang jumud dan segala macamnya.

Mereka memuji istilah “kontekstual” yang pada hakikatnya bila kita temui bahasan-bahasan mereka sangat jauh daripada pemahaman para ulama dan hakikat dari “kontekstual” adalah tahrif, takwil al-madzmum (takwil yang jauh meleset dari grammer bahasa arab dan pesan yang ada dalam dalil). Maka dari itu perlu kita mengenalkan kepada umat kedudukan para ulama.

Pada akhir-akhir ini juga mulai timbul semacam gerakan-gerakan yang mencoba mengkritik Shahih Imam Bukhari, mengkritik Shahih Muslim, mengkritik kitab-kitab hadits para ulama. Tujuan mereka yaitu agar umat kehilangan pegangan, kehilangan tauladan, kehilangan panutan dan kepercayaan kepada apa yang telah ditulis dan dikumpulkan oleh para ulama dengan segala perjuangan-perjuangan mereka.

Maka dalam pelajaran kita yang lalu dapat kita ambil pelajaran bagaimana Imam Bukhari dikatakan sebagai seorang ahli hadits bukanlah gelar yang diberikan kepada para media. Karena sekarang ini media untuk mendukung kepada pemikiran-pemikiran seperti ini, media memberikan label-label yang luar biasa. Media menggelari seseorang dengan gelar yang sifatnya melambung yang padahal ketika kita “colok” isinya kosong sekali bagaikan balon yang gembungnya luar biasa tapi isinya angin. Ini perlu kita waspadai.

Jadi yang berhak memberi gelar-gelar kepada para ulama bahwa seseorang adalah Muhaddits atau selainnya bukanlah orang-orang pasar. Jadi yang menilai dalam profesi tertentu adalah kita kembalilah kepada ahli profesinya. Sehingga jika demikian tidak akan terjadi kontradiksi. Terkadang mereka mengatakan bahwa yang berbicara pada suatu bidang hendaklah seorang pakar dengan ilmu yang benar. Hari-hari ini mulai kita lihat ada orang-orang yang menyebut orang lain sebagai pakar sejarah Islam yang hakikatnya mereka adalah orang yang tidak memahami sejarah itu dengan baik. Bahkan ada juga yang disebut sebagai pakar tafsir. Mereka sengaja membuat gelembung-gelembung gelar yang mereka berikan kepada orang-orang yang mereka puja.

Maka kita perlu mengenal bagaimana para ulama kita. Mereka adalah ulama yang memang menghabiskan waktu mereka untuk mencari ilmu dan menghabiskan waktu mereka untuk mengamalkan ilmu dan membela agama ini, kesungguhan mereka dalam belajar bukan untuk mendapat gelar-gelar akademik mulai dari Magister, Doktor ataupun Profesor, bukan itu yang mereka cari. Dizaman mereka belum ada hal-hal seperti itu untuk mereka perebutkan. Keikhlasan mereka sangat tinggi. Dari itulah sangat penting bagi kita mengenal bagaimana biografi-biografi para ulama kita dan mengenalkan mereka sebagaimana agen-agen orientalis menukil berbagai pandangan-pandangan orientalis dalam seminar dan tulisan-tulisan untuk mereka populerkan. Bukan bagaimana perkataan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang begitu banyak hikmahnya, perkataan ‘Umar bin Khattab, perkatan Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, mereka sudah tidak lagi percaya diri dengan menukil perkataan para sahabat, para tabi’in. Hak ini karena mereka menganggap itu adalah perkataan-perkataan yang hanya bisa berlaku dimasa mereka dan tidak bisa lagi kita terapkan dimasa kita, masa kita sudah jauh berbeda kemajuannya dengan mereka. Anehnya adalah justru ditulisan-tulisan mereka justru mereka menulis teori-teori yang memang datang juga dari filsafat-filsafat kuno yang diangkat kembali oleh ilmuwan-ilmuwan orientalis masa sekarang yang hakikatnya tidak ada perbedaan.

Maka kita perlu mengenal para ulama kita. Diantara pentingnya mengenal para ulama adalah bagaimana kita melihat mereka dalam menuntut ilmu, perjuangan mereka dalam membela agama ini dan keikhlasan mereka. Niat para ulama dalam membela agama ini tidak diselipi oleh keinginan mendapatkan kedudukan, jabatan, pangkat, gelar akademik, apalagi kesenangan-kesenangan dunia yang sudah basi. Kenapa kita katakan sudah basi? Karena setiap orang yang semakin banyak mendapatkan dunia, dia akan semakin tertular penyakit yang bermacam-macam.

Ceritakan kepada anak-anak kita tentang bagaimana kesabaran dan perjuangan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Karena saat ini ada juga istilah “kekayaan lokal”. Jadi mereka lebih mengedepankan penemuan-penemuan lolak yang kelasnya regional dan tidak mendunia seperti Imam Bukhari Imam Muslim. Jadi mereka ingin berkiblat kepada pemikiran-pemikiran yang baru lahir yang sejatinya ilmunya jauh dibandingkan para ulama terdahulu.

Oleh karena itu juga Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan sejarah Nabi-Nabi dalam Al-Qur’an. Tujuannya yaitu agar kita mengenal dan memahami perjuangan mereka serta menjadikan mereka sebagai tauladan. Para ulama kita pun demikian. Mereka menulis biografi sahabat, para tabi’in, para ulama, tujuannya adalah kita mengenal mereka dan menjadikan mereka sebagai contoh baik dalam ibadah, keikhlasan dan seterusnya.

Siapa Imam Muslim? Dimana beliau lahir? Bagaimana kehidupan beliau? Bagaimana beliau menyususn kitab shahihnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian

Untuk mp3 kajian  yang lain silahkan kunjungi mp3.radiorodja.com


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48750-biografi-singkat-imam-muslim/